Suatu hubungan kerja tentu berkaitan erat dengan dinamika-dinamika di dalam lingkup pekerjaan tersebut. Dinamika yang tengah terjadi tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja para karyawan dan tujuan atau target yang ingin diraih oleh pengusaha. Demi terlaksananya tujuan tersebut untuk kepentingan bersama, maka dalam hubungan kerja diperlukan adanya harmonisasi antara pengusaha dan karyawan (Hasyim and Najicha, 2023). Harmonisasi hubungan kerja mengarah pada tindakan atau usaha untuk melahirkan keselarasan dan keserasian serta hubungan yang baik antara kedua belah pihak yang bersangkutan(Laksono, 2022). Menemukan harmonisasi dalam pekerjaan yaitu menyelaraskan semua aspek kehidupan profesional dan pribadi sehingga keduanya berjalan seiring dengan harmonis. Ini berarti menemukan keseimbangan antara tanggung jawab pekerjaan dan kebutuhan pribadi, serta antara ambisi karir dan kebahagiaan diri.
Dalam menjalani pekerjaan, tentunya kita akan dihadapkan dengan persoalan yang membuat kita mengalami burn out atau stres karena pekerjaan, yang ditandai dengan kelelahan secara fisik, mental, dan emosional. Stres karena pekerjaan bisa diartikan sebagai tekanan yang dirasakan karyawan karena mereka tidak dapat memenuhi tugas pekerjaannya (Pasaribu et al., 2024). Kondisi tersebut jika dibiarkan, maka akan memunculkan beberapa kondisi yang merugikan seperti kesehatan yang menurun, tidur tidak teratur, emosi yang tidak terkontrol maupun merasa tidak nyaman di tempat bekerja (Sudirman, 2019). Lalu apa yang harus kita lakukan?
Stress pada dasarnya merupakan kondisi yang disebabkan karena adanya bentuk pemikiran yang berlebih. Pemikiran berlebih ini muncul karena adanya ketidak selarasan antara hati dan pikiran kita. Dalam menjalani pekerjaan, sering kali kita berpikir terlalu jauh dengan membayangkan berbagai hal seperti “dengan bekerja terus menerus, saya bisa membeli mobil, saya bisa membangun rumah, saya bisa terkenal, saya cepat menjadi kaya” dan lain sebagainya. Pemikiran -pemikiran yang sedemikian itu merupakan bentuk nafsu yang menguasi diri kita, sehingga kita lupa bahwa bekerja merupakan ibadah.
Islam tidak melarang umatnya untuk bekerja, bahkan islam mengajarkan umatnya untuk bekerja dengan penuh kesungguhan dan mencari rezeki yang halal. Bekerja bukan hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi juga sebagai bentuk ibadah dan pengabdian kepada Allah SWT. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al Qur’an surat at-Taubah ayat 105:
وَقُلِ اعْمَلُوْا فَسَيَرَى اللّٰهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُوْلُهٗ وَالْمُؤْمِنُوْنَۗ وَسَتُرَدُّوْنَ اِلٰى عٰلِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَۚ
wa quli‘malû fa sayarallâhu ‘amalakum wa rasûluhû wal-mu’minûn, wa saturaddûna ilâ ‘âlimil-ghaibi wasy-syahâdati fa yunabbi’ukum bimâ kuntum ta‘malûn
Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Bekerjalah! Maka, Allah, rasul-Nya, dan orang-orang Mukmin akan melihat pekerjaanmu. Kamu akan dikembalikan kepada (Zat) yang mengetahui yang gaib dan yang nyata. Lalu, Dia akan memberitakan kepada kamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”
Agar kita terhindar dari stress pekerjaan, maka kita dapat melakukan langkah kongkrit dengan mengacu pada beberapa prinsip yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Pertama, Islam menekankan pentingnya tawakkal, yaitu menyerahkan segala urusan kepada Allah setelah berusaha sebaik mungkin. Dalam Surah At-Talaq ayat 3, Allah berfirman,
وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ
wa may yatawakkal ‘alallâhi fa huwa ḫasbuh,
Artinya;”Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).”
Ini mengajarkan bahwa setelah melakukan segala upaya dalam pekerjaan, kita harus percaya bahwa hasil akhir berada di tangan Allah, sehingga tidak perlu merasa terlalu terbebani atau stres dengan hasilnya. Kedua, Islam juga menganjurkan untuk mengelola waktu dengan baik, termasuk dalam bekerja. Dalam Surah Al-Asr, Allah mengingatkan pentingnya waktu dan bagaimana manusia sering kali berada dalam kerugian jika tidak memanfaatkannya dengan benar. Dengan pengelolaan waktu yang baik, seseorang dapat menghindari penumpukan tugas yang dapat menyebabkan stres. Selain itu, menjaga keseimbangan antara bekerja dan beristirahat, serta meluangkan waktu untuk ibadah, akan membantu menjaga ketenangan hati dan pikiran.
Ketiga, pentingnya berzikir dan shalat sebagai sarana menenangkan hati disebutkan dalam Al-Qur’an, khususnya dalam Surah Ar-Ra’d ayat 28,
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَتَطْمَىِٕنُّ قُلُوْبُهُمْ بِذِكْرِ اللّٰهِۗ اَلَا بِذِكْرِ اللّٰهِ تَطْمَىِٕنُّ الْقُلُوْبُۗ ٢٨
alladzîna âmanû wa tathma’innu qulûbuhum bidzikrillâh, alâ bidzikrillâhi tathma’innul-qulûb
Artinya: (Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, bahwa hanya dengan mengingat Allah hati akan selalu tenteram.
Dalam konteks bekerja, mengambil waktu sejenak untuk berzikir atau melaksanakan shalat dapat menjadi cara efektif untuk mengurangi stres. Shalat memberikan waktu untuk refleksi dan merenung, yang pada gilirannya dapat memberikan kedamaian batin dan memperkuat kesabaran dalam menghadapi tantangan di tempat kerja.
Selain stress, persoalan lain yang muncul ditempat kerja adalah adanya rekan kerja yang kurang menyenangkan, memiliki sifat suka melepas tanggung jawab, selalu mengeluh, suka bergosip, dan hobi memberi kritik (toxic). Toxic adalah istilah untuk seseorang yang memiliki sifat “beracun” atau pribadi yang suka menyusahkan bahkan merugikan orang lain, baik secara fisik maupun emosional. Toxic people ditandai dengan adanya beberapa ciri, yaitu:
1. Suka mengkritik orang lain tetapi tidak terima jika mendapat kritikan;
2. Sering merendahkan atau meremehkan;
3. Tidak memiliki sikap empati;
4. Gemar Mengontrol dan Memanipulasi orang lain
5. Menimbulkan susasana negatif saat mood sedang tidak baik;
6. Sulit untuk meminta maaf;
7. Merasa dirinya paling benar;
8. Penghasut (Tamara, 2023).
Menghadapi rekan kerja yang toxic dalam perspektif Islam menuntut pendekatan yang sabar, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Al-Qur’an mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersabar dalam menghadapi berbagai ujian, termasuk ketika berhadapan dengan orang yang berperilaku buruk. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 153, Allah berfirman:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ ١٥٣
yâ ayyuhalladzîna âmanusta‘înû bish-shabri wash-shalâh, innallâha ma‘ash-shâbirîn
Artinya:Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Kesabaran adalah kunci utama untuk menghadapi situasi sulit dan menjaga hati agar tetap tenang. Selain sabar, penting juga untuk mengedepankan akhlak yang baik dan menghindari perilaku yang merendahkan diri atau membalas keburukan dengan keburukan. Dalam Surah Al-Furqan ayat 63,
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا ٦٣
wa ‘ibâdur-raḫmânilladzîna yamsyûna ‘alal-ardli haunaw wa idzâ khâthabahumul-jâhilûna qâlû salâmâ
Artinya:Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam.”
Sikap ini menunjukkan bahwa dalam menghadapi orang yang toxic, kita harus tetap menunjukkan kelembutan dan tidak terprovokasi untuk melakukan hal yang sama. Selanjutnya, penting bagi kita untuk selalu berdoa kepada Allah agar diberikan kekuatan dan petunjuk dalam menghadapi situasi yang sulit ini. Memohon perlindungan dari pengaruh negatif dan meminta agar Allah melapangkan hati kita untuk terus berbuat baik. Dalam Surah Al-Mu’minun ayat 97-98, Allah mengajarkan doa,
وَقُلْ رَّبِّ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ هَمَزٰتِ الشَّيٰطِيْنِۙ ٩٧
وَاَعُوْذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَّحْضُرُوْنِ ٩٨
wa qur rabbi a‘ûdzu bika min hamazâtisy-syayâthîn, wa a‘ûdzu bika rabbi ay yaḫdlurûndan
Artinya: Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bisikan-bisikan setan, dan aku berlindung (pula) kepada-Mu, ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku.”
Harmonisasi dalam pekerjaan dapat tercapai ketika kita dapat bekerja dengan penuh semangat dan produktivitas, namun tetap merasa tenang, puas, dan terhubung dengan diri sendiri serta orang-orang di sekitarnya. Hal ini melibatkan manajemen waktu yang efektif, penetapan prioritas yang jelas, dan kemampuan untuk tetap fleksibel dalam menghadapi perubahan serta tantangan. Dengan demikian, harmonisasi dalam pekerjaan bukan hanya soal menghindari kelelahan atau stres, tetapi juga tentang menciptakan ruang di mana pekerjaan dan kehidupan pribadi dapat tumbuh dan berkembang secara bersama-sama, mendukung satu sama lain untuk mencapai kebahagiaan dan kepuasan yang berkelanjutan.